ANALISIS PERBEDAAN PANDANGAN ANTARA DINAS SOSIAL DAN TUNAWISMA TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PENANGANAN TUNAWISMA DI KOTA TASIKMALAYA

Penulis

  • Aditya Salman Nurmahmudi Universitas Siliwangi
  • Garindi Vitriatul Muntaha Universitas Siliwangi
  • Ghefira Nafisa Universitas Siliwangi
  • Haura Mutiara Universitas Siliwangi
  • Nabilla Cahya Aulya Universitas Siliwangi
  • Rahmadhita Chaitra Universitas Siliwangi
  • Reina Nurfaidah Universitas Siliwangi
  • Venia Noviyanti Universitas Siliwangi
  • Indri Ayu Widiyanti Universitas Siliwangi

Kata Kunci:

Tunawisma, Dinas Sosial, Kesenjangan Kebijakan, Psikososial

Abstrak

Masalah tunawisma di Indonesia mencerminkan lemahnya perlindungan sosial dan keterbatasan layanan publik, khususnya kebutuhan psikososial. Di Kota Tasikmalaya (khususnya kawasan Jalan HZ Mustofa), penanganan pemerintah bersifat administratif dan jangka pendek, sementara tunawisma menghadapi masalah multidimensi. Analisis terhadap kesenjangan perspektif antara pemerintah dan tunawisma ini menjadi penting untuk memahami mengapa program yang ada tidak berjalan efektif. Penelitian ini bertujuan menganalisis kesenjangan pandangan antara Dinas Sosial (Dinsos) Kota Tasikmalaya dan individu tunawisma terhadap efektivitas program penanganan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, yang mengintegrasikan analisis kebijakan dengan data empiris. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan satu petugas Dinsos dari bidang Rehabilitasi Sosial dan sepuluh tunawisma, bertempat di sepanjang Jalan HZ Mustofa selama sekitar satu minggu. Hasil penelitian menunjukkan adanya kegagalan sistemik; seluruh subjek belum pernah menerima intervensi formal. Kesenjangan terjadi karena Dinsos fokus pada kendala administratif (syarat KTP/domisili dan kriteria produktivitas) serta ketiadaan rumah singgah lokal. Sementara itu, tunawisma menghadapi konflik keluarga, beban psikologis, dan stigma, sehingga menuntut stabilitas tempat tinggal dan dukungan pemulihan mental. Kesimpulan studi ini merekomendasikan transformasi paradigma dari pendekatan administratif-represif menuju model multidimensional dan humanis (Housing First), yang memprioritaskan hunian stabil, layanan psikososial intensif, serta reformasi regulasi untuk mengatasi hambatan yurisdiksi.

The problem of homelessness in Indonesia reflects weak social protection and limited public services, especially regarding psychosocial needs. In Tasikmalaya City (particularly the Jalan HZ Mustofa area), government handling is administrative and short-term, while the homeless face multidimensional issues. Analyzing the perspective gap between the government and the homeless is crucial to understanding why existing programs are ineffective. This study aims to analyze the gap in views between the Social Service (Dinsos) of Tasikmalaya City and homeless individuals regarding the effectiveness of the handling program. The approach used is a qualitative approach with a case study method, integrating policy analysis with empirical data. Data collection involved in-depth interviews with one Dinsos official from the Social Rehabilitation sector and ten homeless individuals, conducted along Jalan HZ Mustofa for approximately one week. The results indicate a systemic failure; all subjects had not received formal intervention. The gap occurs because Dinsos focuses on administrative constraints (KTP/domicile requirements and productivity criteria) and the lack of a local shelter. Meanwhile, the homeless face family conflict, psychological burden, and stigma, demanding residential stability and mental recovery support. The study concludes by recommending a paradigm shift from an administrative-repressive approach to a multidimensional and humanistic model (Housing First), which prioritizes stable housing, intensive psychosocial services, and regulatory reform to overcome jurisdictional barriers.

Unduhan

Diterbitkan

2025-11-30