KEDUDUKAN HARTA WARISAN PASANGAN CHILDFREE PASCA KEMATIAN ISTRI: ANALISIS KOMPARATIF HUKUM WARIS ISLAM DAN HUKUM PERDATA TERHADAP STATUS SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS TUNGGAL

Abstrak

Pada penelitian ini, bertujuan untuk medeskripsikan pembagian warisan dari harta bersama berdasarkan system pembagian warisan, terfokus pada peernikahan chilefree setelah satunya meninggal dunia. Pernikahan chilefree dinilai sebagai pilihan hidup yang legemite, namun karena undang undang tidak mengatur warisan chilefree secara spesifik, diperlukan penafsiran hukum untuk menentukan status dan implikasinya terhadap harta warisan. Metode yang digunakan adalah yuridis normative atau penelitian hukum normative, yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Pendekatan yang dipakai melibatkan perbandingan antara dua atau lebih objek, yaitu Hukum Waris Islam dan Hukum Perdata, untuk mengevaluasi perbedaan dan kesamaandalam penerapannya terhadap harta bersama pasangan chilefree pasca kematian. Hasil dari pembahasan ini dapat dilihat dari dua sudud pandang, sudut pertama dari hukum perdata, bahwa menurut pasal 119 KHUPerdata, sejak pernikahan dilangsungkan, terjadi harta bersama menyeluruh antara suami dan istri, selama tidak ada perjanjian pernikahan yang mengatur sebaliknya. Dengan demikian, harta yang didapat sejak awal pernikahan hingga putusnya pernikahan kerena perceraian atau kematian secara otomatis menjadi harta bersama. Sedut yang kedua, dalam kasus istri wafat dan pasangan chilefree tersebut tidak meninggalkan keturunan, suami berhak mendapar ½ bagian dari harta peninggalan istrinya. Sebelum harta dibagikan sebagai warisan, harta bersama harus dipisakna dari harta warisan terlebih dahulu, dan wajib diambil untuk biaya mengurusi mayat, pembayaran utang, dan nafkah ahli ahli waris. penelitian menyoroti bahwa dalam praktiknya, seringkali suami merasa dirinya berhak menjadi ahli waris tunggal atas semua harta peninggalan istrinya, padalah bagian lainnya adalah hak waris lain.

In this study, the objective is to describe the distribution of inheritance from joint marital property based on inheritance distribution systems, with a focus on childfree marriages after the death of one spouse. Childfree marriage is considered a legitimate life choice; however, because the law does not specifically regulate inheritance in childfree marriages, legal interpretation is required to determine its status and implications for inherited property. The method used is a normative juridical or normative legal research method, conducted by examining library materials or secondary data. The approach involves comparing two or more objects—namely Islamic Inheritance Law and Civil Law—to evaluate their differences and similarities in applying inheritance regulations to joint marital property in childfree marriages after the death of a spouse. The results of this discussion can be viewed from two perspectives. First, from the standpoint of civil law, Article 119 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata) states that from the moment a marriage is conducted, a universal community of property arises between husband and wife, unless a prenuptial agreement stipulates otherwise. Thus, all assets acquired from the beginning of the marriage until its dissolution due to divorce or death automatically become joint marital property. Second, in the case where the wife passes away and the childfree couple leaves no descendants, the husband is entitled to receive half of his wife's estate. Before the inheritance is distributed, joint marital property must first be separated from the estate, and mandatory deductions must be made to cover funeral expenses, debts of the deceased, and the living expenses of the heirs. The study highlights that in practice, husbands often assume that they are the sole heirs to all of their deceased wife's property, whereas portions of the estate actually belong to other rightful heirs.