ETIKA KOMUNIKASI MAHASISWA DI LINGKUNGAN BUDAYA MELAYU: STUDI IAI IMSYA PEKANBARU
Kata Kunci:
Etika Komunikasi, Mahasiswa, Budaya Melayu, Komunikasi Islam, Globalisasi, Media Sosial, Komunikasi Beradab, Nilai BudayaAbstrak
Penelitian ini bertujuan mengkaji penerapan etika komunikasi mahasiswa IAI Imam Syafi’i (IMSYA) Pekanbaru dalam konteks budaya Melayu yang dikenal menjunjung tinggi nilai kesopanan, kelembutan, dan penghormatan. Dalam lingkungan perguruan tinggi yang menjadi ruang interaksi berbagai latar sosial dan budaya, kemampuan berkomunikasi secara beretika memiliki peran penting dalam membentuk karakter akademik dan menjaga keharmonisan sosial. Perkembangan teknologi serta arus globalisasi telah membawa perubahan signifikan terhadap gaya komunikasi mahasiswa. Media sosial menghadirkan bentuk komunikasi yang lebih cepat, spontan, dan emosional, sehingga sering kali berbenturan dengan prinsip-prinsip budaya Melayu dan etika komunikasi Islam. Fenomena ini mendorong perlunya kajian mendalam mengenai sejauh mana nilai-nilai tersebut masih dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan data utama yang diperoleh melalui wawancara semi-terstruktur terhadap lima mahasiswa dari berbagai latar belakang. Data primer ini diperkaya dengan literatur budaya Melayu, prinsip komunikasi Islam, serta kajian konseptual mengenai karakter dan komunikasi beradab. Analisis dilakukan melalui reduksi data, pengelompokan tematik, serta penafsiran naratif, yang kemudian diperkuat dengan teknik triangulasi untuk mencapai temuan yang valid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa memahami etika komunikasi bukan sekadar aturan sopan santun, melainkan sebagai cerminan akhlak, integritas, dan identitas diri. Budaya Melayu tetap menjadi orientasi nilai dalam komunikasi formal, meskipun mulai mengalami pergeseran dalam percakapan informal akibat pengaruh media sosial. Tantangan utama yang dihadapi mahasiswa meliputi penggunaan bahasa digital yang cepat dan emosional, perbedaan latar budaya, serta lemahnya pengendalian diri dalam berinteraksi. Lingkungan kampus, khususnya teladan para dosen, memainkan peran besar dalam membentuk dan mempertahankan praktik komunikasi beradab. Mahasiswa juga menyadari pentingnya strategi pribadi untuk menjaga etika komunikasi, seperti memilih kata dengan bijak, menjaga intonasi, serta menyesuaikan cara berbicara dengan situasi. Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa penguatan etika komunikasi berbasis budaya Melayu dan nilai-nilai Islam sangat diperlukan agar mahasiswa mampu menjaga kesantunan dalam berinteraksi di tengah perubahan sosial modern. Temuan ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan pembinaan karakter dan kurikulum komunikasi yang relevan bagi perguruan tinggi Islam di wilayah budaya Melayu.
This study aims to examine the application of communication ethics among students of IAI Imam Syafi’i (IMSYA) Pekanbaru within the context of Malay culture, which is known for upholding politeness, gentleness, and respect. In a university environment that serves as a space for interaction among individuals from diverse social and cultural backgrounds, ethical communication plays an essential role in shaping academic character and maintaining social harmony. Technological developments and globalization have significantly transformed students’ communication styles. Social media encourages forms of communication that are faster, more spontaneous, and often emotionally driven, which frequently conflict with the principles of Malay cultural values and Islamic communication ethics. This phenomenon underscores the urgency of examining how these values are maintained in students’ daily interactions. The study employs a descriptive qualitative approach, with primary data obtained through semi-structured interviews involving five students from different backgrounds. The primary data were supported by literature on Malay culture, Islamic principles of communication, and conceptual studies on character building and ethical communication. Data analysis was conducted through reduction, thematic categorization, and layered narrative interpretation, and strengthened with triangulation techniques to ensure validity. The findings reveal that students perceive communication ethics not merely as a set of social rules but as a reflection of moral character, integrity, and personal identity. Malay cultural values remain an important orientation in formal communication, although noticeable shifts occur in informal settings due to the influence of social media. The main challenges faced by students include the rise of fast-paced and emotional digital language, diverse cultural backgrounds, and difficulties in self-regulation when interacting. The campus environment—particularly the exemplary behavior of lecturers—plays a crucial role in instilling and maintaining ethical communication practices. Students also recognize the importance of personal strategies such as choosing words carefully, controlling tone, and adjusting their communication style to the context. Overall, this study emphasizes the necessity of strengthening communication ethics based on Malay cultural values and Islamic teachings to help students maintain politeness and respect in interactions amid rapid modern social changes. The findings are expected to contribute to character development initiatives and the design of communication training programs suitable for Islamic higher education institutions within Malay cultural settings.


