“TANTANGAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA DALAM ERA EKONOMI HIJAU”

Penulis

  • Wilma Silalahi Universitas Tarumanagara
  • Adelia Nelma Mutiara Universitas Tarumanagara

Kata Kunci:

Penegakan Hukum Lingkungan, Ekonomi Hijau, Instrument Mix, Polusi Plastik, Pencemaran Air, Pencemaran Udara, Forensik Lingkungan, Kebijakan Hijau, Koordinasi Kelembagaan, Global Plastics Treaty

Abstrak

Transformasi menuju ekonomi hijau menuntut penegakan hukum lingkungan yang lebih konsisten, adaptif, dan berbasis bukti. Meskipun Indonesia telah memiliki kerangka regulasi kuat melalui UU No. 32 Tahun 2009, PP No. 22 Tahun 2021, dan UU No. 6 Tahun 2023, implementasinya masih menghadapi tantangan struktural seperti fragmentasi kelembagaan, lemahnya koordinasi penegak hukum, keterbatasan kapasitas ilmiah, serta rendahnya efek jera bagi pelanggar. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif untuk mengevaluasi kecukupan dan koherensi instrument mix, administratif, perdata, dan pidana, dalam menghadapi risiko lingkungan strategis, termasuk polusi plastik, pencemaran air dan udara, serta deforestasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa penegakan hukum Indonesia belum sepenuhnya selaras dengan tuntutan ekonomi hijau maupun dinamika rezim global seperti Global Plastics Treaty. Hambatan pembuktian ilmiah, kapasitas laboratorium yang belum merata, serta prosedur penegakan yang belum terintegrasi menjadi kendala utama. Penelitian ini merumuskan strategi penguatan penegakan hukum melalui reformasi kelembagaan, digitalisasi pengawasan, peningkatan kapasitas forensik lingkungan, integrasi instrumen penegakan, serta harmonisasi kebijakan domestik dengan standar global. Kerangka strategi tersebut diharapkan mampu meningkatkan efektivitas penegakan, memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha, dan mendukung percepatan transisi Indonesia menuju ekonomi hijau yang berkeadilan dan berkelanjutan.

The transition toward a green economy demands environmental law enforcement that is consistent, adaptive, and evidence-based. Although Indonesia has established a strong regulatory foundation through Law No. 32/2009, Government Regulation No. 22/2021, and Law No. 6/2023, implementation remains challenged by structural fragmentation, weak interagency coordination, limited scientific capacity, and insufficient deterrent effects. This study employs a normative-juridical method to evaluate the adequacy and coherence of Indonesia’s instrument mix, administrative, civil, and criminal, in addressing strategic environmental risks such as plastic pollution, water and air contamination, and deforestation. Findings indicate that Indonesia’s enforcement regime is not yet fully aligned with green-economy demands nor with emerging global norms, including the Global Plastics Treaty. Key constraints stem from scientific-evidence limitations, uneven forensic laboratory capacity, and non-integrated enforcement procedures. The study proposes a multidimensional strengthening agenda that includes institutional reform, digital monitoring systems, improved environmental forensic capabilities, integrated enforcement mechanisms, and harmonization of national regulations with global standards. This strategic framework is expected to enhance enforcement effectiveness, provide legal certainty for industry actors, and support Indonesia’s transition toward an equitable and sustainable green economy.

Unduhan

Diterbitkan

2025-11-30