PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL DAN REGIONAL DALAM SOLUSI PERDAGANGAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA
Kata Kunci:
perlindungan korban, peran organisasi, perdagangan manusiaAbstrak
Perdagangan manusia diklasifikasikan sebagai kejahatan transnasional. KPPA mencatat 213 kasus pada tahun 2019, dan pada tahun 2020, jumlah itu telah meningkat menjadi 400. Kondisi ini mengharuskan negara mengambil tindakan segera untuk melindungi rakyatnya dari menjadi korban perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak-anak. Tujuan dari artikel ini adalah untuk memeriksa peran yang dimainkan oleh organisasi regional dan internasional dalam memerangi perdagangan manusia, upaya yang dilakukan oleh penegak hukum dan lembaga pemerintah untuk menghentikan kejahatan yang melibatkan perdagangan orang di Indonesia, dan langkah-langkah yang diambil untuk melindungi korban. Metode penelitian hukum normatif digunakan dalam penelitian ini, bersama dengan ulasan literatur. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Kejahatan Perdagangan Orang (TPPO) berfungsi sebagai dasar hukum untuk kasus ini. Menurut laporan itu, IOM dan ASEAN telah mencoba sejumlah strategi untuk mengatasi masalah ini, termasuk mempromosikan regulasi, mendorong hubungan diplomatik antara negara-negara transit dan tujuan, dan mengkoordinasikan tindakan polisi dan kementerian untuk memastikan tanggapan tepat waktu dan efektif. Karena Statuta TPPO memberlakukan hukuman ringan, itu tidak memiliki efek represif. Agar hukuman menghindari pelanggar, pemerintah harus mengubah undang-undang dan meningkatkan sistem perlindungan korban dan pencegahan.
Human trafficking is classified as a transnational offense. KPPA recorded 213 cases in 2019, and by 2020, that number had risen to 400. This circumstance necessitates the state taking immediate action to safeguard its people from becoming victims of human trafficking, particularly women and children. This article's goal is to examine the roles played by regional and international organizations in combating human trafficking, the efforts made by law enforcement and government agencies to stop crimes involving human trafficking in Indonesia, and the measures taken to protect victims. Normative legal research methods are employed in the study, along with a literature review. Act No. 21 of 2007 on the offense of trafficking in persons (TPPO) serves as the legal basis for this case. According to the report, IOM and ASEAN have tried a number of strategies to address this issue, including promoting regulation, fostering diplomatic relations between the transit and destination nations, and coordinating police and ministry actions to ensure timely and effective responses. Because the TPPO statute imposes light penalties, it has no repressive effect. In order for punishment to deter offenders, the government must amend the legislation and enhance the victim protection and preventive systems.