TANTANGAN PEMBUKTIAN BID ROTATION DALAM PERSEKONGKOLAN TENDER DI INDONESIA (STUDI KOMPARASI HUKUM NEGARA INDONESIA DAN JEPANG)
Kata Kunci:
Pajak, Kebijakan Fiskal, Lembaga yang Dikenakan Pajak, Pendapatan NegaraAbstrak
Indonesia regulates corporate competition law through the Act No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopoly Practices and Unhealthy Competition to create a healthy business climate for entrepreneurs. Indonesia belongs as a new country to have laws on corporate competition. There are other countries that have much earlier regulations on corporate competition law and are continuing to update those regulations. Japan has regulated corporate competition through the Act Concerning Prohibition of Private Monopoly and Maintenance of Fair Trade (Act No.54 of April 14, 1947/ The Antimonopoly Act) since 1947. The Japanese legislation continues to undergo amendments that Indonesia can observe in order to carry out legal comparisons related to bidding rotation regulations. The Act No. 5 of 1999 authorizes the Competition Supervisory Commission of Enterprises (KPPU) to monitor and punish entrepreneurs who conduct tender mergers, including tender participants who rotated bids, while the Japanese authorized the Japan Fair Trade Commission (JTFC) to supervise and penalize entrepreneures who violate these provisions. The regulation on bid rotation in Act No. 5 of 1999 and the Antimonopoly Act (AMA) have something in common that prohibits conciliation of tenders in the competition of enterprises. However, the two laws must also have differences in terms of authority and supervisory mechanisms for entrepreneurs between KPPU and JTFC.
Indonesia mengatur mengenai Hukum Persaingan Usaha melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat untuk mewujudkan iklim usaha yang sehat bagi pelaku usaha. Indonesia tergolong sebagai negara yang baru memiliki hukum mengenai persaingan usaha. Terdapat negara-negara lain yang jauh lebih dahulu memiliki pengaturan mengenai hukum persaingan usaha dan terus melakukan pembaharuan terkait pengaturan tersebut. Salah satu negara yang mengatur sejak lama mengenai persaingan usaha adalah negara Jepang. Jepang mengatur mengenai persaingan usaha melalui Act Concerning Prohibition of Private Monopoly and Maintenance of Fair Trade (Act No.54 of 14 April 1947/ The Antimonopoly Act) sejak tahun 1947. Undang-Undang Jepang tersebut terus mengalami pembaharuan yang dapat dicermati oleh Indonesia untuk selanjurnya dilakukan perbandingan hukum terkait pengaturan bid rotation. UU No.5 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengawasi dan menghukum pelaku usaha yang melakukan persekongkolan tender termasuk para peserta tender yang melakukan bid rotation. Sedangkan Jepang memberi kewenangan kepada Japan Fair Trade Commission (JTFC) untuk mengawasi dan menghukum pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut. Pengaturan mengenai bid rotation dalam UU No.5 Tahun 1999 dan The Antimonopoly Act (AMA) memiliki kesamaan yaitu melarang persekongkolan tender di dalam persaingan usaha. Namun, kedua undang-undang tersebut tentu juga memiliki perbedaan yaitu mengenai kewenangan dan mekanisme pengawasan kepada pelaku usaha antara KPPU dan JTFC.