DILEMA HUBUNGAN PERDATA ANAK LUAR KAWIN DAN AYAH BIOLOGIS: ANALISIS PASAL 280 KUHPERDATA DAN PASAL 43 UU PERKAWINAN PASCA-PUTUSAN MK NO. 46/PUU-VIII/2010
Kata Kunci:
Anak Luar Kawin, Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/Puu-Viii/2010, Hubungan Perdata, Pengakuan Anak Luar Kawin, Tes Dna, Hak Waris, Hak Asuh Anak, Tanggung Jawab Orang Tua Biologis, Hukum KeluargaAbstrak
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2010, terjadi perubahan signifikan terhadap status hukum anak luar kawin di Indonesia. Sebelumnya, hanya ibu dan keluarganya yang boleh memiliki hubungan perdata dengan anak luar kawin berdasarkan Pasal 43 UU Perkawinan. Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa pasal tersebut inkonstitusional bersyarat, yaitu mengakui adanya hubungan perdata dengan ayah kandung jika didukung oleh bukti ilmiah (seperti tes DNA) atau bukti hukum lainnya. Akibatnya, muncul paradigma baru di mana anak luar kawin berhak atas identitas hukum dan hak waris dari ayah kandungnya. Anak luar kawin dapat diakui secara sukarela atau dengan paksaan berdasarkan Pasal 280 KUH Perdata yang menetapkan hubungan perdata antara anak dengan orang tua yang mengakuinya. Menurut Pasal 283 KUH Perdata, anak yang lahir sebagai hasil zina atau inses tidak memenuhi syarat untuk pengakuan ini. Ada kelebihan dan kekurangan putusan Mahkamah Konstitusi, khususnya yang berkaitan dengan beban pembuktian dan bagaimana hal itu mempengaruhi kerangka hukum waris. Meskipun putusan ini dipandang progresif karena menegakkan hak konstitusional anak, namun putusan ini juga mempersulit prosedur hukum keluarga, khususnya yang berkaitan dengan pembagian warisan dan kewajiban keuangan ayah kandung.
Significant changes in the legal status of children born out of wedlock in Indonesia occurred following the Constitutional Court Decision No. 46/PUU-VIII/2010. Previously, Article 43 of the Marriage Law limited civil relations of children born out of wedlock only to their mothers and maternal families. The Constitutional Court's decision declared this article conditionally unconstitutional, recognizing civil relations with the biological father if proven scientifically (for example, through DNA testing) or by other legal evidence. This has created a new paradigm in which children born out of wedlock are entitled to acknowledgment from their biological fathers, including inheritance rights and legal identity. Article 280 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata) serves as the legal basis for voluntary or forced acknowledgment of children born out of wedlock, which establishes a civil relationship between the child and the parent who acknowledges them. However, this acknowledgment does not apply to children resulting from adultery or incest, as stipulated in Article 283 of the Civil Code. The implementation of the Constitutional Court's decision has also sparked debate, particularly regarding the burden of proof and its impact on inheritance law structures. On one hand, the decision is seen as progressive for protecting the constitutional rights of children, but on the other hand, it creates complexity in family law practice, especially concerning inheritance division and the financial responsibilities of biological fathers.