GURINDAM 12 DALAM PENCIPTAAN KARSYA SENI LUKIS KALIGRAFI
Kata Kunci:
Gurindam Dua Belas, Raja Ali Haji, Contemporary Calligraphy, Painting, Malay CultureAbstrak
Gurindam Dua Belas by Raja Ali Haji is a classical Malay literary work rich in moral, ethical, and spiritual values. The timeless relevance of its messages makes it a powerful source of inspiration for artistic creation. This thesis presents a creative process in producing a calligraphic painting that interprets Gurindam Dua Belas into a visual language, aiming to reintroduce its noble messages through an aesthetic and culturally grounded approach. The artwork is realized in a contemporary calligraphy style infused with traditional elements from Malay Riau culture. Visual elements such as modified Arabic script, ornamental motifs like floral and vine patterns, and a color composition aligned with the philosophical meanings of the gurindam are applied throughout the piece. The artist’s background in Islamic boarding school, where calligraphy was intensively studied, adds depth to the interpretation. Through this work, Gurindam Dua Belas is not only appreciated as literary heritage but also revived as a visual art form that communicates emotional and cultural values to a wider audience.
Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji merupakan karya sastra Melayu klasik yang kaya akan pesan moral, etika, dan spiritual. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya memiliki relevansi lintas zaman, sehingga menjadikannya sebagai sumber inspirasi yang kuat dalam penciptaan karya seni. Skripsi ini merupakan proses penciptaan karya seni lukis kaligrafi yang mengangkat Gurindam Dua Belas sebagai dasar ide, dengan tujuan menyampaikan kembali pesan-pesan luhur tersebut melalui pendekatan visual yang estetis dan kontekstual. Karya diwujudkan dalam bentuk kaligrafi kontemporer yang berpadu dengan nuansa tradisional Melayu Riau. Teknik dan elemen visual yang digunakan mencakup modifikasi huruf Arab, ornamen khas Melayu seperti motif flora dan sulur, serta komposisi warna yang disesuaikan dengan makna filosofis dari gurindam. Pengalaman pengkarya yang telah menekuni seni kaligrafi sejak di pesantren turut memperkuat kedalaman makna dalam karya ini. Melalui proses ini, diharapkan Gurindam Dua Belas tidak hanya diapresiasi sebagai teks sastra, tetapi juga dapat hidup kembali dalam wujud seni rupa yang komunikatif dan menyentuh secara emosional serta kultural.