TINJAUAN MAQASHID SYARIAH TERHADAP WAKAF PUSAKO KEPADA KELUARGA DI KABUPATEN SAROLANGUN TERHADAP EKONOMI ISLAM DI INDONESIA

Penulis

  • Maryani Universitas IsIam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
  • Zainal Arifin Universitas IsIam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
  • M. Soleh Universitas IsIam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
  • Deni Anggara Universitas IsIam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
  • Ulva Halimatul Hawa Universitas IsIam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
  • Intan Permatasari Universitas IsIam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
  • Muhammad Shubandrie Gustian Universitas IsIam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Kata Kunci:

Wakaf Pusako, Maqashid Syariah, Keluarga, Kabupaten Sarolangun, Ekonomi Islam, Indonesia

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meninjau praktik wakaf pusako kepada keluarga di Kabupaten Sarolangun melalui perspektif Maqāṣid al Sharī‘ah. Wakaf pusako merupakan tradisi lokal di mana tanah ulayat, kebun, atau sawah warisan adat diwakafkan untuk kemaslahatan keluarga seperti pembiayaan pendidikan, pemeliharaan fasilitas adat, dan menjaga persatuan keluarga. Namun, praktik ini menyisakan tantangan dalam kesesuaiannya dengan prinsip syariah, terutama terkait kekekalan harta (taʿbīd), ketidakbolehan penarikan (ghairu lāzīm), dan manfaat umum (ʿāmm).Metode penelitian bersifat kualitatif-deskriptif melalui studi pustaka dan lapangan, meliputi wawancara dengan tokoh adat, tokoh agama, Kepala Desa, dan pelaku wakaf pusako. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah kesesuaian praktik wakaf pusako kepada keluarga di Kabupaten Sarolangun khususnya di Desa Kampung Tujuh Kecamatan Cermin Nan Gedang dengan ketentuan hukum Islam dalam maqashid syariah. Temuan menunjukkan bahwa wakaf pusako di Sarolangun mampu menjaga keberlangsungan ekonomi keluarga dan memperkokoh hubungan adat (ḥifẓ an nasl & al māl), serta mendukung nilai spiritual (ḥifẓ ad dīn). Namun, praktiknya masih rentan terhadap potensi konflik karena ketiadaan legalisasi formal, fleksibilitas pengelolaan, dan ancaman pencabutan asset ketidaksesuaian dengan prinsip taʿbīd, ghairu lāzīm, dan manfaat jangka panjang (maslahah ʿāmm). Pengelolaan oleh nadzir adat berjalan secara informal dan belum berbasis akta wakaf resmi, sehingga rawan sengketa antar generasi.

This study aims to examine the practice of wakaf pusako (ancestral endowment) to family members in Sarolangun Regency through the lens of Maqāṣid al-Sharī‘ah. Wakaf pusako is a local tradition where communal or inherited customary land such as ulayat land, gardens, or rice fields is endowed for the welfare of the family, including educational expenses, maintenance of traditional facilities, and the preservation of family unity. However, this practice presents challenges regarding its compliance with Islamic legal principles, particularly the perpetuity of endowed property (taʿbīd), irrevocability (ghairu lāzīm), and the requirement of public benefit (ʿāmm). This research employs a qualitative-descriptive approach using literature review and fieldwork, including interviews with traditional leaders, religious figures, village heads, and wakaf pusako practitioners. The study focuses on evaluating the conformity of wakaf pusako practices particularly in Kampung Tujuh Village, Cermin Nan Gedang Subdistrict with Islamic law as interpreted through the objectives of sharī‘ah (maqāṣid al-sharī‘ah). Findings indicate that wakaf pusako in Sarolangun contributes to sustaining the family's economic resilience and strengthening customary ties (ḥifẓ al-nasl and ḥifẓ al-māl), while also supporting spiritual values (ḥifẓ al-dīn). Nonetheless, the practice remains vulnerable to conflicts due to the absence of formal legal documentation, flexible management structures, and the potential for asset revocation contradicting the principles of taʿbīd, ghairu lāzīm, and long-term public interest (maṣlaḥah ʿāmm). Management by traditional nāẓir (trustees) remains informal and lacks official wakaf deeds, making it prone to intergenerational disputes.

Unduhan

Diterbitkan

2025-06-29