KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM STUDI KASUS EKSISTENSI PERKAWINAN MASYARAKAT SUKU SASAK LOMBOK

Abstrak

Penelitian ini mengkaji kedudukan hukum adat dari perspektif hukum pidana Islam, dengan fokus pada praktik perkawinan di kalangan masyarakat Sasak di Lombok. Masyarakat Sasak menjunjung tinggi adat istiadat yang khas dalam perkawinan, seperti merariq (kawin lari), yang berakar kuat dalam warisan budaya mereka. Namun, praktik-praktik ini sering menimbulkan masalah normatif dan sosiologis jika dilihat melalui kacamata hukum Islam dan standar hukum nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana hukum adat dapat diakomodasi dalam hukum pidana Islam dan untuk menilai keberadaan dan legitimasi tradisi perkawinan adat Sasak dalam kerangka norma syariah. Metode kualitatif digunakan, dengan menggabungkan pendekatan normatif dan sosiologis melalui analisis dokumen, wawancara, dan observasi lapangan. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa hukum pidana Islam memberikan ruang bagi penerapan hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariah, seperti keadilan, kemaslahatan umum (maslahah), dan perlindungan hak-hak individu. Meskipun tradisi perkawinan adat Sasak memiliki nilai-nilai budaya yang signifikan, namun tradisi tersebut perlu diselaraskan dengan prinsip-prinsip hukum Islam untuk mencegah pelanggaran hak-hak individu, khususnya hak-hak perempuan. Oleh karena itu, rekonstruksi norma adat melalui pendekatan berbasis fikih dan peka budaya sangat penting untuk menyelaraskan sistem hukum adat dan hukum Islam.

This study explores the position of customary law from the perspective of Islamic criminal law, focusing on marriage practices among the Sasak people of Lombok. The Sasak community upholds distinctive traditional customs in marriage, such as merariq (elopement), which are deeply rooted in their cultural heritage. However, these practices often raise normative and sociological issues when viewed through the lens of Islamic law and national legal standards. This research aims to examine the extent to which customary law can be accommodated within Islamic criminal law and to assess the existence and legitimacy of Sasak customary marriage traditions within the framework of sharia norms. A qualitative method is employed, combining normative and sociological approaches through document analysis, interviews, and field observations. The findings reveal that Islamic criminal law provides space for the application of customary law as long as it does not contradict fundamental principles of sharia, such as justice, public interest (maslahah), and the protection of individual rights. Although Sasak customary marriage traditions carry significant cultural values, they need to be aligned with Islamic legal principles to prevent violations of individual rights, particularly those of women. Therefore, reconstructing customary norms through a fiqh-based and culturally sensitive approach is essential for harmonizing customary and Islamic legal systems.