KETIDAKSESUAIAN PENGATURAN KEWENANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Kata Kunci:
Disharmoni Kewenangan, Otonomi Daerah, Kepastian HukumAbstrak
Disharmoni norma antara Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan berbagai regulasi sektoral menjadi salah satu faktor utama yang melemahkan efektivitas pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Ketidaksesuaian pengaturan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama dalam urusan konkuren seperti pertambangan, lingkungan hidup, tata ruang, dan perhubungan, menciptakan tumpang tindih regulasi, ketidakpastian hukum, dan resentralisasi kewenangan secara terselubung. Penelitian ini menganalisis bentuk disharmoni kewenangan dan implikasinya terhadap efektivitas otonomi daerah, dengan menelaah peran UU Nomor 23 Tahun 2014 dan berbagai undang-undang sektoral yang sering kali tidak terharmonisasi. Selain itu, penelitian ini mengkaji mekanisme penyelesaian konflik kewenangan administratif, yudisial, dan executive review serta efektivitasnya dalam menjamin kepastian hukum dan mendukung prinsip desentralisasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa mekanisme penyelesaian konflik belum mampu bekerja optimal karena lemahnya koordinasi antar lembaga, dominasi kementerian sektoral, serta ketidaktegasan dalam penegakan hierarki norma. Penelitian ini menegaskan urgensi harmonisasi regulasi, penguatan peran Kemendagri sebagai koordinator, serta pembaruan desain hubungan pusat-daerah agar konsisten dengan amanat konstitusi. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi pada pengembangan kerangka hukum yang lebih stabil dan responsif bagi penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia.
Normative disharmony between the Local Government Law and various sectoral regulations has become a major factor weakening the effectiveness of regional autonomy implementation in Indonesia. Inconsistencies in the distribution of authority between the central and local governments particularly in concurrent affairs such as mining, environmental management, spatial planning, and transportation have generated regulatory overlaps, legal uncertainty, and subtle recentralization. This study examines the forms of normative disharmony and its implications for the effectiveness of regional autonomy by analyzing Law Number 23 of 2014 and multiple sectoral laws that frequently lack harmonization. The study also evaluates existing mechanisms for resolving authority conflicts administrative coordination, judicial review, and executive review and assesses their adequacy in ensuring legal certainty and supporting effective decentralization. The findings indicate that these mechanisms remain suboptimal due to weak interagency coordination, the dominance of sectoral ministries, and insufficient enforcement of regulatory hierarchy. The study emphasizes the urgency of regulatory harmonization, strengthening the coordinating role of the Ministry of Home Affairs, and reforming the architecture of central local relations to align with constitutional mandates. Ultimately, this research contributes to the development of a more coherent and responsive legal framework for Indonesia’s regional autonomy system.




