PENDEKATAN PASTORAL TERHADAP PRAKTIK MAKAN DAGING ANJING: TANTANGAN ETIS DAN KULTURAL
Kata Kunci:
Konsumsi Daging Anjing, Tradisi Budaya, Hak Hewan, Kesehatan Masyarakat, PastoralAbstrak
Praktik konsumsi daging anjing di Indonesia merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, ekonomi, dan agama. Di beberapa daerah seperti Minahasa, Sulawesi Utara, praktik ini telah menjadi tradisi yang berlangsung sejak zaman kolonial. Namun, isu ini menjadi kontroversial karena berbagai pandangan, baik dari sisi budaya, etika, agama, hingga kesehatan. Beberapa pihak mendukung tradisi ini sebagai bagian dari warisan budaya, sementara kelompok lainnya, termasuk aktivis hak hewan, menentang dengan alasan kesejahteraan hewan dan potensi risiko kesehatan, seperti rabies dan zoonosis. Peraturan hukum terkait konsumsi daging anjing masih belum seragam di Indonesia, meskipun beberapa daerah telah memberlakukan larangan tegas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengeksplorasi pandangan masyarakat, dinamika sosial, dan peran gereja dalam memberikan bimbingan pastoral terkait isu ini. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya pendekatan holistik yang mencakup penghormatan terhadap tradisi budaya, kesejahteraan hewan, dan kesehatan masyarakat. Hasilnya menunjukkan bahwa perdebatan ini memerlukan keseimbangan antara pelestarian tradisi dan penerapan nilai-nilai etis universal
The practice of dog meat consumption in Indonesia is a complex phenomenon influenced by social, cultural, economic, and religious factors. In certain regions like Minahasa, North Sulawesi, this practice has become a longstanding tradition since colonial times. However, this issue has sparked controversy due to diverse perspectives ranging from cultural, ethical, religious, to health concerns. Some view this practice as part of cultural heritage, while others, including animal rights activists, oppose it on grounds of animal welfare and health risks such as rabies and zoonosis. Legal regulations concerning dog meat consumption remain inconsistent in Indonesia, although several regions have enacted strict bans. This study employs a qualitative approach to explore public perceptions, social dynamics, and the role of the church in providing pastoral guidance on this issue. It highlights the importance of a holistic approach that respects cultural traditions while addressing animal welfare and public health. The findings indicate the need for a balance between preserving traditions and adopting universal ethical values.